Semanis kisah 'Princess Hours'


PRINCESS HOURS. Siapa yang belum nonton serial drama korea yang apik ini? Di stasiun tv swasta sudah ditayangkan, bahkan saat tulisan ini dibuat, saya baru saja menonton siaran ulangnya - beberapa episode sebelum tamat - di stasiun tv swasta yang lain.
Desainnya serba menawan. Pakaiannya, dekorasinya, sampai ungkapan cinta sang Putra Mahkota pada Tuan Putri. Ceritanya memang gampang ditebak. Seorang Pangeran tidak bisa menerima kenyataan bahwa dirinya menikah dengan rakyat biasa. Namun keceriaan yang dibawa Chae Kyoung, meluluhkan hati Shin untuk tidak bisa tidak jatuh hati padanya. Tapi saya bukan mau membahas soal bagaimana Putri dan Putra Mahkota ini berperan, melainkan bagaimana mereka berproses dalam hidup  mereka (bagi saya semua peran dalam serial ini  berproses).

Chae kyoung, terbelalak matanya ketika tahu dirinya akan menikah dengan Sang Pangeran. Kenikmatan dan kemewahan hidup yang akan diterima sudah terbayang dalam benaknya. Namun, siapa sangka kehidupan dalam istana bak burung dalam sangkar emas. Manusia memang tidak ada puasnya. Kalau belum merasakan ya belum puas. Sudah merasaka saja masih belum ada puasnya. Manusia biasa ingin merasakan bagaimana nikmatnya jadi Tuan Putri atau Pangeran. Dan Sang Pangeran, ingin merasakan bebasnya hidup bagai burung yang fei lai fei qi alias pergi kesana kemari. Mereka tidak salah, hanya kurang bersyukur dengan hidup mereka. Mungkin beberapa orang menginginkan jadi artis atau orang terkenal, sehingga berbondong-bondong mengikuti ajang aktualisasi diri dengan berbagai motivasi. Salah satunya agar terkenal dan jadi artis. Syukurilah hidup ketika belum atau tidak menjadi artis. Dan nikmatilah hidup dengan bijak ketika sudah menjadi artis.

Shin, Sang Pangeran tidak menghargai adanya Chae Kyoung yang mencintai dia sepenuh hati. Shin masih saja terus mencoba mewujudkan cinta dengan wanita idamannya. Padahal Chae kyoung sendiri gak langsung jatuh hati pada Shin. Karena kebersamaan dan juga ‘mau tidak mau’ dia harus jatuh hati pada Shin. Chae kyoung dari rakyat jelata pun harus memenuhi berbagai prasyarat dari keluarga kerajaan. Dia harus belajar bahasa, sejarah, tata karma dan lain sebagainya biar layak jadi Putri Mahkota.  Kadang dalam hidup kita, kita seringkali menyia-nyiakan apa yang ada di sekitar kita. Kurang inilah, kurang itulah. Punya suami kok kurang ganteng, punya kakak kok kurang dewasa, punya adik kok kurang pinter, punya pembantu kok kurang bersih,  punya orang tuakok kurang kaya. Semuanya serba kurang…  lalu dimulailah membanding-bandingkan, melirik-lirik rumput tetangga yang kelihatannya lebih lebat dan hijau (Padahal kalau lebat kan capek motongnya. Kalau hijau, siapa tahu pakai pewarna haha). Kita kurang menghargai bagaimana usaha mereka untuk menjadi layak dan sebanding dihadapan kita menurut ukuran kita. Mereka berusaha dengan cara-cara yang kadang kita tidak tahu. Misalnya, demi six pack, suami sembunyi-sembunyi fitness dari istrinya. Maksudnya sih biar surprise kalau udah six pack meski akhirnya gak pernah berhasil six pack haha). Seburuk apapun hasil mereka, hargailah. Mereka telah berusaha dan mungkin sampai dengan detik ini pun mereka masih terus berusaha. Untuk yang merasa bahwa orang-orang disampingnya tidak ada artinya, bertahanlah sejenak. Lihatlah mereka dari kacamata positif, dan tutuplah mata saat melihat kekuranganya. Mereka berjuang dengan darah dan air mata untuk menyenangkan orang yang disayanginya. Kita juga manusia, nobody is perfect.

Ratu pun tidak mudah menerima Chae Kyoung berada dalam istana. Tapi bukan berarti kisah Cinderella terjadi disini. Bagaimanapun juga Ratu tetap menyayanginya, apalagi Ibu Suri. Bahkan menjelang akhir cerita, sang Ratu memohon, ‘tolong panggil saya ibu. Ibu mertua juga ibu kan ?’ Ada satu kerinduan seorang wanita dipanggil ibu (eomeoni) oleh anaknya. Meski sebenarnya dia pun dipanggil ibu dengan kata yang lain (lupa dehapa), tapi dia rindu dipanggil eomeoni.

Beberapa scene suasana menjadi favourite saya. Terutama saat Chae Kyoung selalu dipeluk dari belakang oleh Shin. Saat-saat dimana ketika Chae Kyoung sedih, dan Shin akan memeluknya. Apalagi, saat mereka jalan di pinggiran jalan, merayakan berbaikannya mereka (biasanya bertengkar), sebelum kepergian Chae Kyoung ke Paris. Chae Kyoung bertanya, ‘seberapa besar cintamu padaku, Shin ?’
‘Kenapa ditanya,’ tanya Shin.
Biar akan ku ingat selamanya,’ jawab Chae Kyoung. Dan mereka berciuman. Notabene dijalanan kan pasti banyak orang, dan  orang-orang itu satu persatu jadi black and white dan hanya mereka berdua yang tetapcolourfull. Oh…. Sweet bangettttt !!
Shin digambarkan dingin dan tidak mudah mengekspresikan diri. Namun ketika dia mengungkapkan perasaannya pada Chae Kyoung, dimana dia kangen melihat Chae Kyoung, tidak menemani Chae Kyoung di saat-saat terakhirnya di Korea, karena takut kehilangan dan akan menghambat kepergiannya, It’s really touched and his eyes said that !! Tidak semua orang bisa mengungkapkan perasaannya. Dan buat mereka yang ‘bisu soal cinta’, hal ini harus dihargai. Yang gak bisu soal cinta saja harus dihargai, apalagi yang bisu. Iya gak ? 

Lalu, Saya sempat bertanya dalam hati dan berangan pada Tuhan, ‘Tuhan, kapankah saya dapat menikmati kisah cinta semanis kisah princess hours?


◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Copyright © 2012. Zona Artis Korea - All Rights Reserved B-Seo Versi 4 by Blog Bamz